Digital Harassment

Teknologi dan informasi adalah dua hal yang berjalan seimbang dalam perkembangannya. Ketika teknologi berkembang, informasi juga berkembang. Hal ini terjadi seiring penggunaan teknologi sebagai sarana dalam menyebarkan informasi. Kecepatan perkembangan teknologi dan penyebaran informasi bak pedang bermata dua. Di satu sisi, perkembangan ini dapat menjadi hal positif dalam membawa wawasan dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat. Di sisi lain, perkembangan ini dapat menjadi negatif ketika teknologi digunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak seharusnya.

Salah satu wujud dari sisi negatif perkembangan teknologi dan penyebaran informasi adalah terjadinya digital harassment. Digital harassment adalah bentuk dari pelecehan yang terjadi di dunia maya. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Bagaimana perkembangannya? Apakah yang dapat kita lakukan dalam mencegah meluasnya digital harassment? Melalui makalah ini, penulis akan menjelaskan mengenai digital harassment dan bagaimana kita sebagai pengguna teknologi dapat mencegah meluasnya digital harassment terjadi.

Perkembangan di dunia internet mendukung perkembangan dan penyebaran informasi. Perkembangan terjadi sangat cepat dan tidak dapat dikontrol penyebarannya. Semua orang dapat mengakses internet, dari usia muda hingga usia tua. Tidak adanya batasan usia dalam penggunaan internet membuat informasi yang ada di internet dapat dikonsumsi oleh siapa saja.

Berbagai informasi yang beredar dapat memberi keuntungan, kerugian, atau mungkin tidak memberi keuntungan apa-apa, tergantung siapa yang mengkonsumsinya. Dua pengaruh ini bergantung dari siapa yang mengkonsumsi informasi, dan jenis informasi apa yang dikonsumsi. Misalnya, iklan pop-up handphone merek X yang muncul ketika sedang mengakses suatu situs berita. Iklan tersebut menjadi keuntungan bagi orang yang kebetulan sedang membutuhkan informasi mengenai jenis handphone terbaru dari merek X. Akan tetapi, ikan tersebut akan menjadi kerugian bagi orang yang sedang sangat membutuhkan informasi dari situs berita tersebut. Lain halnya bagi orang yang membuka situs berita tersebut untuk mengisi waktu luang. Ia sedang tidak diburu kepentingan akan suatu informasi, dan ia juga tidak menganggap iklan pop-up tersebut sebagai sesuatu yang penting.

Kasus pada iklan pop-up di atas hanyalah contoh masalah yang ringan dari kasus peyebaran informasi di internet. Bila hendak melihat lebih dalam lagi, banyak permasalahan yang lebih serius terjadi akibat penyebaran informasi di internet. Salah satunya, tidak ada kontrol terhadap pengakses informasi tersebut. Yang dimaksud dalam hal ini adalah, usia pengguna internet yang beragam, mulai dari usia muda (anak-anak) hingga usia dewasa. Efek yang paling terlihat dari hal ini adalah kasus pornografi di internet. Apabila kita mau mengingat ke beberapa kasus yang pernah beredar di media, yang paling banyak terjadi adalah tersebarnya foto-foto dengan pose vulgar milik seseorang, dan foto-foto tersebut disebarkan tanpa izin dari pemiliknya. Kasus ini termasuk dalam digital harassment.

Digital harassment dalam arti sempit adalah pelecehan dalam dunia digital. Digital harassment memiliki pengertian yang hampir sama dengan cyber bullying, yaitu pelecehan atau kekerasan dalam dunia maya. Namun, digital harassment lebih mengacu pada pelecehan yang dilakukan antara dua orang yang pernah menjalin hubungan kekasih. Salah satu faktor yang mendukung terjadinya digital harassment adalah perkembangan teknologi yang sangat pesat, dan mudahnya generasi sekarang dalam mempelajari penggunaan teknologi.

Tidak dapat dipungkiri, peer pressure, atau tekanan yang berasal dari lingkungan pergaulan usia sebaya, dapat menjadi faktor dari mudahnya seseorang dalam menggunakan teknologi. Misalnya penggunaan blackberry di kalangan remaja ibu kota – bahkan sekarang telah merambah ke daerah – menjadikan blackberry sebagai suatu trend yang harus diikuti. ‘Ketinggalan jaman’, ‘nggak gaul’, adalah cap yang akan diberikan bagi mereka yang tidak mengikuti trend penggunaan blackberry ini. Tekanan ini merupakan contoh dari peer pressure. Kaum remaja yang tadinya tidak ingin menggunakan blackberry pada akhirnya menggunakan perangkat komunikasi tersebut agar tetap mendapat pengakuan dari teman-teman sebayanya. Padahal, blackberry tersebut hanya digunakan untuk mengakses situs jejaring sosial. Fitur-fitur lain seperti push-mail, browser, dan fitur-fitur lain yang mungkin sebenarnya merupakan fitur utama yang disediakan oleh blackberry, tidak digunakan sama sekali.

Fenomena inipun memicu terjadinya digital harassment. Gaya pacaran kaum muda sekarang erat dengan penggunaan teknologi dan internet. Di satu sisi, hal ini dapat menjadi hal positif karena mendukung terjadinya komunikasi yang cepat, dan tidak terhalang waktu dan jarak. Namun di sisi lain, hal ini dapat menjadi hal negatif apabila hubungan tersebut tidak seimbang. Sering kali yang terjadi dalam hubungan anak muda dengan usia yang masih labil, satu pihak mengambil kontrol paling banyak, dan pihak yang lainnya hanya diam dan menuruti apapun yang dikehendaki oleh pihak lainnya. Sikap ini biasanya muncul karena faktor takut kehilangan.

Kondisi ini patut diwaspadai karena dapat memicu terjadinya digital harassment. Misalnya, pihak yang memiliki kontrol paling banyak dalam suatu hubungan dapat melakukan manipulasi dengan menggunakan perangkat teknologi atau perangkat digital sebagai pelampiasan. Sering dijumpai, salah satu pihak meminta pihak lainnya untuk melakukan hal-hal aneh seperti meminta foto-foto dengan pose tidak senonoh. Akan tetapi, digital harassment tidak melulu berkaitan dengan aksi pornografi. Digital harassment juga dapat berupa pembobolan atau menembus batas prvasi seseorang. Misalnya, salah satu pihak meminta kata sandi dari akun situs jejaring sosial pihak lainnya, kemudian menelusuri tiap informasi atau aktivitas yang dilakukan dalam situs jejaring sosial tersebut. Apabila ia menemukan hal yang tidak ia sukai, ia akan meminta pemilik akun tersebut untuk menghentikan hal tersebut. Misalnya, meminta pihak lainnya untuk memutuskan kontak dengan seseorang yang ia cemburui, bahkan sampai meminta pihak tersebut untuk menghapus akunnya dari situs jejaring sosial tersebut.

Orang yang berada di luar hubungan tersebut dapat menganggap digital harassment ini sebagai hal yang serius dan harus dihentikan. Tidak jarang kita temui kerabat dekat dari pihak yang dilecehkan meminta pihak tersebut untuk menghentikan hubungannya. Mereka bahkan juga meminta pihak yang dilecehkan untuk melaporkan pihak yang melecehkan ke pihak yang berwajib (pada kasus permintaan foto-foto dengan pose tidak senonoh, misalnya). Akan tetapi, pihak yang dilecehkan seringkali tidak bertindak apa-apa. Beberapa dari mereka menganggap hal itu wajar. Beberapa juga merasa takut akan mendapatkan perlakuan yang lebih buruk apabila mereka melaporkan hal tersebut pada pihak yang berwajib.

Adanya undang-undang maupun regulasi lain yang mebatasi penggunaan internet untuk maksud yang tidak baik, tidak menjamin berkurangnya kasus digital harassment. Kasus serupa dapat terus terjadi bahkan dapat menjadi lebih berkembang apabila tidak ada kepedulian dari masyarakat, atau para pengguna internet. Bahkan, keengganan dari korban digital harassment untuk melaporkan pelecehan yang mereka terima, dapat meninggalkan pelaku digital harassment dalam ketenangan karena tidak terkena aksi dari pelanggaran hukum yang mereka lakukan.

Menunggu pemerintah untuk bertindak mengatasi kasus ini dapat dikatakan menjadi hal yang sia-sia, karena pemerintah lamban. Undang-undang ITE yang rancu, pembahasan RUU Pornografi yang tak kunjung usai, tidak bisa menjamin pelaku digital harassment akan mendapatkan sanksi yang sesuai. Namun bukan berarti kita tidak dapat melakukan sesuatu untuk mencegah hal ini semakin meluas. Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain:

  1. Mengkampanyekan internet sehat. Internet sehat adalah kondisi dimana informasi yang beredar di internet tidak merugikan orang lain. Yang dimaksud dengan merugikan misalnya menyinggung, melanggar privasi, merendahkan martabat seseorang, hingga pelecehan seksual ringan maupun berat. Internet sehat dapat dimulai dari diri kita sendiri dengan tidak menyebarkan informasi yang menyinggung seperti membicarakan perilaku buruk seseorang pada akun situs jejaring sosial milik kita. Kita juga bisa mengkampanyekan internet sehat melalui blog atau akun jejaring sosial pribadi milik kita.
  2. Pendekatan yang tepat terhadap anak oleh orang tua. Salah satu faktor terjadinya digital harassment adalah kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anak, sehingga anak melampiaskan segala perasaan dan keinginannya pada orang lain yang mereka anggap dapat mengerti apa yang mereka rasakan. Namun hal ini menjadi masalah ketika anak melampiaskan pada orang yang salah. Ketika orang tua melakukan pendekatan yang tepat, anak akan merasa nyaman dan akan menceritakan segala permasalahannya pada orang tua. Sehingga, orang tua dapat lebih mudah melakukan pengawasan pada anak, dan digital harassment dapat dihindari.
  3. Bimbingan yang tepat mengenai penggunaan internet. Salah satu tempat dimana seseorang belajar menggunakan internet adalah di sekolah, lembaga pelatihan tertentu, atau bahkan di rumah. Dimanapun seseorang belajar menggunakan internet, pembimbing (orang tua/guru) harus membimbing dengan benar. Dalam hal ini, dapat diajarkan bagaimana etika dalam berinternet, dll.

Usaha-usaha yang disebutkan di atas hanyalah sebagian dari usaha yang dapat kita lakukan dalam mencegah meluasnya digital harassment. Akan tetapi, usaha-usaha kecil yang apabila dilakukan secara konsisten, dapat memberikan dampak yang besar dalam mengurangi kasus digital harassment. Yang diperlukan adalah komitmen, dan rasa kepedulian terhadap orang-orang di lingkungan sekitar kita, untuk mencegah mereka dan diri kita sendiri dari kasus digital harassment.

Teknologi dan perkembangannya serta informasi dan penyebarannya adalah hal yang tidak dapat kita kendalikan. Penggunaan internet pun tidak dibatasi. Begitu pula kita tidak dapat membatasi atau melarang seseorang dalam menggunakan teknologi atau memasukkan informasi dalam dunia maya. Hal yang dapat kita lakukan adalah mengingat dan melaksanankan tanggung jawab kita sebagai pengguna internet yang bijak. Salah satunya dengan tidak menyebarkan informasi yang menyinggung atau merendahkan martabat seseorang. Sebaliknya, kita dapat memberikan informasi yang mendidik dan mengarahkan pada internet yang sehat.

Hal lain adalah, melakukan pendekatan dan menjaga hubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kenyamanan yang kita berikan pada orang-orang terdekat kita tentu akan mencegah mereka dari rasa kesendirian dan membuat mereka melampiaskan setiap keluh kesah pada orang yang tepat. Melalui usaha-usaha ini diharapkan digital harassment dapat berkurang dan tidak lagi merugikan banyak pihak.

Source:

Gary Krug. (2005). Communication Technology and Cultural Change, Sage Publication. London. ISBN: 0 7619 7200 5(GK) – Chapter 6-7.

ICT Watch. (2004). Apa itu Internet Sehat?. Disadur dari: http://www.bebas.vlsm.org/v17/com/ictwatch/cyberwise/

Tim Internet Sehat. (2011). Amankan Anak Anda ari Ancaman Digital harassment!. Disadur dari: http://ictwatch.com/internetsehat/2011/05/20/amankan-anak-anda-dari-ancaman-digital-harassment/

(Tulisan dibuat sebagai tugas pertemuan 10, mata kuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi, responsi terhadap Bab 6 dan 7 buku “Communication Technology and Cultural Change” (Krug, 2005))

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Integrated Marketing Communication

Teknologi sebagai media komunikasi dan komunikasi pemasaran (marketing communication) adalah dua hal yang saling berkaitan, bahkan saling bergantung satu sama lain. Dunia pemasaran membutuhkan media sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat sebagai audiens. Teknologi membutuhkan  pemasaran sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan adanya perkembangan teknologi, atau bagaimana teknologi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mempermudah kehidupan sehari –hari. Teknologi sebagai media komunikasi menjadi sarana yang sangat efektif dalam dunia pemasaran hingga saat ini. Berbeda dengan zaman dahulu, masyarakat tidak lagi terlalu menaruh perhatian pada media cetak. Masyarakat kini lebih menaruh perhatian pada media elektronik. David Wayne Eka, CEO lintasberita.com dalam salah satu seminarnya yang bertema “Creative Digital Marketing” mengatakan, kelak metode  perikalanan AIDA (Attention – Interest – Desire – Action) akan berubah menjadi AISA (Attention – Interest – Search – Action). Ketertarikan dalam diri masyarakat terhadap suatu produk akan mendorong mereka untuk mencari (search) informasi melalui internet mengenai produk yang sedang ditawarkan.

Mengapa internet? Perkembangan teknologi yang pesat, serta mudahnya akses untuk mendapatkan teknologi mendorong penggunaan internet di masyarakat. Tingkat penjualan samrtphone dan komputer portable yang tinggi, murahnya biaya langganan akses internet(speedy, fast net, dll), menjadi faktor pendukung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kasus meningkatnya pengguna situs jejaring sosial. Jumlah pengguna situs jejaring sosial yang cukup besar, mendorong produsen smartphone dan telepon selular lainnya untuk menyediakan aplikasi situs jejaring sosial pada produknya (misalnya Facebook for Blackberry, Facebook for Iphone, Twitter for Ipad,dll). Signature atau watermark dari produk yang terpampang ketika pengguna situs jejaring sosial mengupdate akun mereka menggunakan aplikasi tersebut – misalnya tulisan ‘via Facebook for Blackberry’ di bawah status update – tanpa disadari membentuk keinginan pengguna situs jejaring sosial lain untuk menggunakan produk yang sama, hanya untuk mendapatkan watermark tersebut. Beberapa kalangan bahkan menyebut hal itu sebagai gengsi karena takut tidak dianggap mengikuti perkembangan zaman.  Melihat fenomena ini, produsen smartphone dan telepon selular meningkatkan distribusi produk dan menetapkan harga yang bersaing. Bakrie Telecomm melalui produk handphone ‘Esia’ misalnya, memberi harga Rp200.000,00 dengan mengunggulkan fitur Facebook dan Twitter di produknya. Keinginan ‘mendapatkan’ watermark produk berkembang menjadi perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan situs jejaring sosial. Masyarakat tidak lagi mengupdate akun mereka, tetapi juga untuk mencari informasi. Perilaku ini terlihat jelas di Twitter. Penyebaran informasi seringkali berlangsung lebih cepat di Twitter ketimbang di televisi.

Perubahan perilaku masyarakat yang lebih menaruh perhatian pada internet menjadi tantangan bagi agensi periklanan dalam memasarkan produk kliennya. Agensi ditantang untuk menemukan cara agar produk klien dapat sampai di masyarakat melalui media komunikasi yang berbeda. Permasalahan inilah yang mendorong munculnya  Integrated Marketing Communication (IMC) atau Komunikasi Pemasaran Terintegrasi.

“We make it our business as advertising agents to advice on the best methods of advertising, in whatever form…as the best combination of work, such as we give, is the cheapest, as it brings the best result.” (J. Walter Thompson, 1899)

IMC adalah koordinasi dan penggunaan keseluruhan perangkat, kesempatan, fungsi dan sumber daya dari komunikasi permasaran dalam sebuah perusahaan ke dalam satu program yang memaksimalkan dampak pada konsumen dengan biaya minim. Pernyataan Thompson di  atas menggambarkan kerja IMC yaitu untuk memberikan hasil yang maksimal dan terbaik dalam memasarkan suatu produk atau jasa. IMC menjadi sebuah solusi bagi agensi periklanan dalam menjangkau berbagai segmentasi pelanggan yang mengkonsumsi beragam media.

Berikut adalah bagan yang digunakan dalam IMC:

http://sarasandya.blog.binusian.org/?attachment_id=20

IMC adalah pendekatan berbasis data yang fokus ada identifikasi pandangan konsumen dan mengembangkan strategi dengan saluran yang tepat untuk membentuk hubungan konsumen dan brang yang kuat. Agensi perikalanan dapat menggunakan hanya beberapa komponen dari IMC. Penggunaan didasarkan pada pendekatan yang diinginkan oleh klien. Biasanya disesuaikan dengan segmentasi pelanggan produk klien. Oleh karena itu, penting bagi agensi periklanan untuk mengetahui sisi mana dari konsumen yang harus dimasuki  serta bagaimana dan dimana konsumen menggunakan berbagai tipe media.

Menggunakan IMC memberikan konsistensi pesan yang disampaikan pada konsumen meskipun menggunakan media yang berbeda.  Konsistensi tersebut secara tidak langsung akan menjadi retensi (pengulangan) ketika konsumen melihat iklan yang sama pada media yang berbeda, kemudian pesan akan melekat dalam benak konsumen. Berbagai keuntungan lain yang didapat dengan menggunakan IMC adalah:

a.        Corporate cohesion. IMC dapat digunakan oleh klien sebagai alat strategis dalam mengkomunikasikan citra dan keuntungan dari produk atau jasa.

b.        Client relationship. IMC menyediakan kesempatan bagi agensi periklanan untuk memainkan peran penting yang signifikan dalam pengembangan proses komunikasi, dan menjadi partner yang efektif dalam hubungan dengan klien.

c.        Interaction. IMC memastikan komunikasi antara agensi dan menciptakan ikatan yang lebih kuat antara mereka dank lien. Dengan menyeiakan arus informasi yang lebih terbuka, IMC  memungkinkan partisipan komunikasi untuk berkonsentrasi dalam kunci dari pengembangan strategis, ketimbang mengejar tujuan individu.

d.        Motivation. IMC menawarkan kesempatan untuk memotivasi agensi periklanan. Pemikiran yang tergabung dari keseluruhan tim lebih baik dari pemikiran yang berasal dari individu saja. Hal ini juga memotivasi setiap anggota dalam tim agensi periklanan untuk menemukan potensi kreativitas mereka.

e.        Measurability. Kemungkinan keuntungan yang terpenting adalah penyampaian kemampuan mengukur respon dan akuntabilitas proses komunikasi.

Salah satu kesuksesan dalam penggunaan IMC adalah kampanye Presiden Amerika Serikat, Barrack Hussein Obama. Obama menggunakan internet secara ekstensif sebagai alat kampanye. Sebelumnya, tidak ada kampanye pemilu presiden yang menggunakan internet seperti yang dilakukan Obama dalam kampanyenya. Obama melakukan revolusi dengan menggunakan metode marketing non konvensional dan ekonomis. Ia memasuki media sosial untuk penggalangan dana sekaligus kampanye. Pendukung Obama diperbolehkan untuk mendafatar di situs milik Obama dan mendapatkan nomor telepon dari tim Obama yang dapat mereka ajak bicara. Dengan cara demikian, Obama membuat pendukungnya berkampanye untuknya di situs tersebut.

Konsistensi yang ia lakukan dengan mempublikasi informasi pribadinya secara serempak di seluruh situsnya dan menargetkan informasi dengan spesifik pada situs-situs tertentu, tergantung pada usia dan kelompok audiens, komunitas tempat mereka bergabung, dan latar belakang agama serta profesi, menimbulkan imajinasi pada analis. Informasi  yang terdapat pada setiap website berbeda-beda, sehingga dapat melakukan pendekatan personal pada pendukung yang melihat website tersebut, dan menambah kredibilitas Obama di mata pendukungnya.

Obama berhasil mendapatkan mendapatkan perhatian dari generasi muda, segmentasi yang tidak diperdulikan oleh kandidat lain karena dianggap sebagai kelompok yang tidak bisa mengkontribusi dana. Kelompok muda ini, yang juga merupakan pengguna internet paling besar, terlibat dalam pemilu, berkampanye untuk Obama, dan juga mengejutkan para analis dengan memberikan angka suara yang cukup besar. Obama menggunakan internet dengan kemampuan, efisiensi, kepedulian, serta kontribusi pegawainya yang akhirnya membawa kemenangan bagi Obama dalam pemilu presiden AS tahun 2008. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, Obama telah berevolusi dalam proses kampanye dengan menggunakan saluran media baru sebagai tambahan dalam komunikasi tradisional. Berbagai unsur yang merupakan bagian dari komponen dalam IMC digunakan oleh Obama seperti SMS, situs jejaring sosial, dan blog.

Saat ini, internet telah merubah cara kerja dunia bisnis. Segmentasi yang bervariasi, targeting dan positioning ditujukan dengan cara yang berbeda. Pemasaran atau marketing telah berevolusi pada keterhubungan, seiring dengan karakteristik baru yang dibawa oleh internet. Sebelumnya, pemasaran hanya dilihat sebagai satu arah, dimana perusahaan mempromosikan produk, dan memberi penawaran. Namun saat ini, pemasaran lebih terlihat seperti percakapan antara penjual dan konsumen. Internet membawa dunia menjadi lebih dekat, seolah tidak ada jarak.

Internet telah sangat membantu manusia baik dalam komunikasi, maupun dalam aktivitasnya sehari-hari. Demikian pula bagi perusahaan sebagai produsen, dapat lebih mudah dan efisien dalam memasarkan produknya tanpa harus mengeluarkan terlalu banyak biaya. Namun demikian, agensi periklanan tidak dapat sepenuhnya mengandalkan teknologi internet, terutama di Indonesia. Internet literacy atau tingkat melek internet di Indonesia masih sangat sedikit. Berikut adalah statistik pengguna internet di Indonesia per tahun 2007 – 2010:

Tahun

Pengguna

Populasi

Persentase

2007

20.000.000

224.481.720

8,9%

2008

25.000.000

237.512.355

10,5%

2009

30.000.000

240.271.522

12,5%

2010

30.000.000

242.968.342

12,3%

Sumber: http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm

Persentase yang bahkan belum mencapai 25% dari penduduk Indonesia menjadi ‘PR’ bagi agensi periklanan untuk bisa menyampaikan pesan secara efektif melalui berbagai media yang ada. Melalui IMC, agensi periklanan dapat mempelajari bagaimana menyampaikan pesan secara konsisten, menggunakan media yang berbeda, dan mampu menjangkau berbagai segmentasi audiens atau pelanggan.

Source:

NN. Indonesia Internet Usage, Broadband and Telecommunication Report. (2010). Disadur dari: http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm

NN. Integrated Marketing Communiction. (2011). Disadur dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Integrated_marketing_communications

NN. Barack Obama’s Integrated Marketing Communication Strategy. (2009). United States: IBS Center for Management Research. Disadur dari: http://www.icmrindia.org/casestudies/catalogue/marketing/Barack%20Obama%20Strategy.htm

Joseph Turow (2009). Media Today : An Introduction To Mass Communications. 3rd Edition – Part Five : Advertising and Public Relations

(Tulisan dibuat sebagai tugas pertemuan 9, mata kuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi, responsi terhadap Bab 15: “The Advertising Industry” dan Bab 16: “The Public Relation Industry”, dalam buku “Media Today: An Introduction to Mass Communication”, 3rd edition. (Turow, 2009))

Text Box: STAKEHOLDERS
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Video on Demand

Perkembangan media komunikasi membawa fiber optic (FO) menjadi media yang diunggulkan. Sebagian besar saluran komunikasi bergantung pada FO yang unggul dalam kecepatannya dalam mentransmisi data baik dalam single cable mode maupun multi cable mode,  dan kecilnya kemungkinan terhadap gangguan seperti radiasi dan induksi listrik.

FO telah menjadi tulang punggung dalam komunikasi digital oleh karena keunggulannya. Salah satunya adalah dalam sistim informasi dan hiburan berbasis digital. Sistim ini menyediakan banyak fitur dan layanan lainnya dalam mendapatkan informasi sekalugus hiburan dalam satu media. Layanan ini hanya bisa didukung oleh perusahaan kabel dan telepon, serta industri satelit. Meskipun sistim ini memberikan kemajuan yang sangat pesat, namun keberadaannya masih menimbulkan pro dan kontra karena biayanya yang mahal dan banyaknya perangkat yang dibutuhkan. Salah satu penerapan dari sistim ini adalah Video on Demand (VoD) yang sudah banyak digunakan dan memberi banyak keuntungan pada para penggunanya. Meskipun demikian, VoD masih menjadi pertimbangan. Banyaknya pihak yang terlibat dalam industri ini, target pasar, serta peralihan perangkat teknologi pada VoD yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Konsep dasar VoD adalah kebebasan. Audiens dapat memilih tayangan yang ingin disaksikan sesuai kebutuhan masing-masing. Tontonan dapat berupa apa saja seperti program berita, acara hiburan, film, dll. VoD menggunakan sistim pembayaran Pay-per-View (PPV), dimana pelanggan membayar sesuai jumlah mereka menonton suatu tayangan. Pelanggan maupun penyedia VoD sama-sama diuntungkan dengan cara kerja VoD. Penyedia jasa layanan VoD selaku instansi komunikasi dapat melakukan kontrol penuh terhadap tayangan yang disaksikan oleh pelanggannya. Sementara pelanggan dapat terbebas dari tayangan yang tidak ingin mereka saksikan. Layaknya teknologi yang berkembang, VoD juga telah perkembangan dengan adanya Near Video on Demand (NVoD), Push Video on Demand (PvoD) dan Manufacturing on Demand (MoD).

NVoD dijalankan oleh televisi berbasis kabel dan satelit dengan sisitim yang memnugkinkan seseorang untuk melakukan pay-per-view program yang dikeluarkan oleh multiple-broadcasters. Pelanggan tidak lagi terikat waktu untuk menyaksikan acara yang diinginkan. PvoD pada dasarnya menawarkan hal yang sama dengan VoD, namun memiliki lebih banyak kekurangan, salah satunya pada keterbatasan memori. MoD yang juga dikenal dengan DVD on Demand memiliki konsep yang mendekati konsep DVD.

Kemudahan dan kebebasan dalam memilih tayangan menjadi keunggulan VoD. Namun bukan berarti VoD terbebas dari masalah. Banyaknya pelaku dalam industri ini, target pasar, serta peralihan perangkat teknologi pada VoD yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Pelaku dalam industri sistim informasi dan hiburan berbasis digital terdiri dari perusahaan kabel dan satelit, dan perusahaan telepon. Perusahaan telepon telah menjadi lawan besar dalam industri ini lewat teknologi 3G, yang memungkinkan pelanggannya untuk mengunduh video secara portable menggunakan telepon selularnya. Langkah ini dapat dicapai oleh perusahaan telepon setelah pada awalnya mereka tidak bisa menyediakan layanan VoD. Video Dialtone (VDT) melupakan langkah besar lain yang dicapai oleh perusahaan telepon. Pada tahun 1992, FCC (Federal Communications Commission – Lembaga komunikasi pemerintah AS) memodifikasi peraturannya untuk mengijinkan perusahaan telepon bersaing di bidang video. Perusahaan telepon dapat membawa program video dengan pembatasan tertentu. Perusahaan telepon jadi memiliki penghasilan dan pelanggan tetap (rumah dengan koneksi telepon). Para pesaing tidak menikmati keputusan tersebut. Hingga pada akhirnya pada tahun 1996 dibuatlah Undang-Undang Telecomm yang terdiri dari 4 poin:

a.      Dukungan disediakan untuk proliferasi set-top box.

b.      Perusahaan kabel dapat memasuki bisnis telepon.

c.      Peraturan Video Dialtone (VDT) yang telah ada sebelumnya dicabut.

d.      Peraturan untuk Open Video System (OVS) diuraikan. Peraturan tersebut dapat dianggap sebagai perpanjangan dari konsep VDT.

Ketentuan paling akhir dirancang untuk membantu meringankan aturan yang melarang perusahaan telepn untuk memasuki bidang video.

Target pasar VoD berkaitan dengan peralihan perangkat yang digunakan. VoD membutuhkan perangkat teknologi yang sudah ditingkatkan. Misalnya set-top boxes (STBs), kapasitas saluran yang harus disediakan oleh perusahaan kabel untuk mendukung layanan baru informasi dan hiburan (sistim fiber/coaxial hybrids), dll. Meskipun akan sistem fiber akan muncul sebagai tren, namun waktunya masih belum bisa diketahui. Biaya yang diperlukan untuk peralihan perangkat sepenuhnya akan menjadi sangat mahal, dan fiber/coaxial hybrids adalah sistim yang cocok digunakan sertidaknya untuk sementara waktu.

Meskipun demikian, peralihan ke sistim fiber/coaxial hybrids baik berdasarkan telepon maupun teknologi dan sistim kabel, dapat mengadaptasi baik STBs, receiver televisi, atau peralatan konversi lainnya. Biaya yang digunakan dapat bervariasi, dan pencapaian penetrasi pasar yang lebih besar akan menjadi sangat kompetitif dengan struktur kalkulasi harga yang sudah ada sebelumnya.

Beberapa kelompok wilayah diperkirakan akan menggunakan VoD atau layanan informasi dan hiburan ini. Akan tetapi, jumlah pelanggan yang lebih besar masih belum bisa diperkirakan. Tidak semua orang mau atau berkeinginan untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk menggunakan layanan ini. Para pelaku industri ini harus menemukan kedudukan yang sesuai dalam pasar mereka.

Industri komunikasi berkembang dengan sangat pesat dan rumit, karena perkembangan komunikasi juga diiringi dengan perkembangan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistim komunikasi yang sekarang sedang berkembang tidak dapat lepas dari teknologi.

Sistim informasi dan hiburan berbasis digital tengah berkembang dengan sangat pesat. Perlahan tapi pasti, sistim ini akan menjadi sistim yang diunggulkan bahkan mungkin banyak digunakan di masa depan. Namun yang menjadi tantangan bagi para penyedia jasa layanan ini (misalnya VoD) adalah bagaimana mereka dapat meyakinkan masyarakat agar mau mengeluarkan sejumlah biaya yang cukup mahal untuk layanan tersebut.

Para pelaku industri teknologi dan komunikasi harus mampu bersaing di tengah sistim komunikasi yang rumit dan sangat berpotensi untuk berkembang lebih jauh lagi dalam waktu yang tidak dapat diperkirakan. Mereka harus mampu untuk memberikan layanan yang menonjol dari pesaingnya.

VoD menjadi teknologi yang menjanjikan untuk terus dijalankan di Amerika. Akan tetapi, penyedia jasa VoD tidak bisa melupakan faktor biaya yang akan dikeluarkan oleh pelanggannya, mengingat biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Penyedia jasa VoD harus menemukan cara agar peralihan perangkat ke sistim fiber/coaxial hybrids dapat sebanding dengan pangsa pasar mereka. Atau, penyedia jasa VoD dapat mempertimbangkan untuk menemukan kedudukan pasar (market niche) yang lebih sesuai bagi produk mereka agar dapat berkembang dengan lebih baik.

Source:

Michael, M. A. Mirabito & Barbara L. Morgenstern (2004). The New Communication Technology: Applications, Policy, and Impact. 5th edition. Focal Press. Oxford. ISBN: 0-240-80586-0.

Lestari, W. Indri & Hendra Prowo S. (2011). Peran Fiber Optic dalam Perkembangan Teknologi Komunikasi. Jakarta: Bina Nusantara University.

NN. Video on Demand. (2011).  Disadur dari http://id.wikipedia.org/wiki/Video_on_demand

(Tulisan dibuat sebagai tugas pertemuan 5, mata kuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi, responsi terhadap Bab 15: “The Cable and Telephone Industries and Your Home”, dalam buku “The New Communication Technology: Applications, Policy and Impact” (Mirabito & Morgenstern, 2004))

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Batasan Privasi di Dunia Maya

Bulan Februari lalu, Komisi Pengaduan Pers (Press Complaints Commisions – PCC)  memberikan ‘lampu hijau’ pada jurnalis di Inggris untuk mengangkat post di Twitter sebagai kutipan dalam berita yang disiarkan ke publik. Keputusan tersebut dibuat berdasarkan keluhan Sarah Baskerville, seorang pegawai negeri sipil dari Departemen Transportasi, atas dimuatnya salah satu tweetnya pada harian Daily Mail.

Baskerville melalui Twitter dengan gamblang mengungkapkan kekesalan dan kepenatannya terhadap tempatnya bekerja atas ketidakadilan di antara pegawai negeri sipil. Melalui tweet tersebut, harian Daily Mail menggambarkan Baskerville sebagai seseorang yang sedang kelelahan dan letih, berjuang dari sakit kepala akibat mabuk minuman beralkohol seperti yang ia tulis dalam salah satu tweetnya, “Struggling with a red wine induced headache’@ Department for Transport”. Merasa tidak terima dengan hal tersebut, Baskerville melayangkan surat keluhan pada Daily Mail dan Independent on Sunday yang juga mencetak berita yang sama.  Menurut Baskerville, tweet tersebut adalah privasinya yang hanya bisa dilihat oleh 700 pengikutnya (followers) di Twitter, bukan untuk diangkat ke publik. Tweet tersebut adalah pendapat pribadinya dan tidak menggambarkan departemennya.

Akan tetapi, pihak PCC berpendapat lain. Tanpa perlu diangkat ke media pun, masyarakat yang tidak menjadi pengikutnya di twitter juga dapat melihat tweet tersebut, dengan adanya retweet dari pengikutnya. Direktur PCC, Stephen Abell, berpendapat,

Seiring dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan media sosial untuk mempublikasikan kehidupan pribadinya, PCC semakin didesak untuk membuat penilaian mengenai apa yang secara sah dapat digolongkan dalam informasi pribadi. Dalam kasus ini, PCC memutuskan bahwa publikasi materi apapun oleh surat kabar, meskipun pada awalnya ditujukan untuk audiens yang lebih kecil, bukan merupakan gangguan privasi.”


Sebelum kasus ini naik ke permukaan, Baskerville pernah mengingatkan di akun twitternya untuk berhati – hati ketika menulis sesuatu di Twitter. Namun pada kenyataannya, justru ialah yang tidak berhati – hati dengan menuliskan keburukan yang terjadi di kantor tempat ia bekerja.

Keberadaan Twitter sebagai situs jejaring sosial membuat informasi semakin cepat tersebar luas. Adanya fitur retweet, dimana kita dapat mengulang post tweet dari seseorang menambah penyebar luasan informasi meskipun kita tidak menjadi pengikut (follower) akun Twitter sumber informasi tersebut. Kebanyakan pengguna Twitter tidak menyunting lebih dulu informasi yang mereka bagikan. Sehingga seringkali informasi yang tidak akurat maupun informasi yang kurang baik dengan cepat diketahui oleh pengguna Twitter yang lain. Kejadian ini tak jarang menimbulkan kesalah pahaman, bahkan sampai dibawa ke meja hijau. Indonesia pernah memiliki kasus serupa pada kasus Luna Maya yang mengumpat pada jurnalis di akun Twitternya. Meskipun dibawa hingga ke PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), kasus ini pada akhirnya diselesaikan secara damai.

Bebasnya informasi yang beredar di Twitter memang sulit untuk dikendalikan. Banyaknya pengguna Twitter tidak memungkinkan administrator situs jejaring sosial ini untuk mengontrol penggunanya satu per satu. Twitter sudah meminimalisir penyebaran informasi ini dimana pengguna Twiter dapat melaporkan sebuah akun sebagai spam. Akan tetapi, tidak semua akun dapat digolongkan sebagai spam, dan tidak semua informasi tersebut berupa spam. Kebanyakan kesalah pahaman yang muncul di Twitter berawal dari tweet curhat, atau hanya karena seseorang tidak bisa mengontrol emosinya.

Setiap pengguna Twitter memang memiliki hak untuk memasukkan post apapun yang mereka mau. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak menggunakan batasan dalam berkomunikasi di dunia maya. Tidak semua hal dapat dibagikan begitu saja kepada khalayak banyak. Seorang pembaca berkomentar dalam artikel berita mengenai kasus Baskerville yang dimuat di situs harian The Independent,

Apapun yang terjadi, biarkan itu tetap berada dalam lingkungan kerja, bukan menyebarkannya di dunia luar. Ya, dia (Baskerville) memang memiliki beberapa keluhan, tetapi itu tidak memberinya alasan apapun untuk membawanya ke ruang publik. Kecuali itu merupakan tindak pidana ringan. Apabila anda memiliki permasalahan, bawalah kepada atasan atau atasan dari atasan anda, bukan menuliskannya di Twitter.”


Batasan yang dimaksud adalah batasan mengenai informasi yang layak dan tidak layak dibagikan pada masyarakat. Informasi yang sudah disebarkan di Twitter secara otomatis akan menjadi milik publik dan tidak bisa ditarik kembali. Meskipun Baskerville membuat akun twitternya menjadi protected account – tidak bisa dilihat oleh pengguna Twitter yang tidak menjadi follower Baskerville – namun informasi mengenai permasalahan yang terjadi di kantornya sudah terlanjur diketahui oleh banyak orang. Baskerville tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi tersebarnya informasi itu.

Kasus yang menimpa Baskerville dapat menimpa siapa saja yang tidak berhati – hati dalam menyebarkan informasi di dunia maya. Dunia maya adalah dunia luas dan tanpa batas, yang dapat diakses oleh siapa saja di semua belahan dunia.  Meningkatnya penggunaan internet semakin mendorong tersebarnya informasi. Twitter, Facebook, Friendster, dan situs jejaring sosial lainnya seolah menjadi representasi pribadi penggunanya. Apa yang diungkapkan dalam akun masing – masing adalah pemikiran pribadi. Akan tetapi, ada batasan yang harus dipahami mengenai informasi yang layak dan tidak layak disebarkan. Satu hal yang perlu diingat yaitu, informasi yang disebarkan di dunia maya secara otomatis akan menjadi milik publik. Maka pengguna jejaring sosial itu sendiri lah yang menentukan batas privasi mereka di dunia maya.

(Tulisan dibuat untuk tugas pertemuan 2, mata kuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi: Memberi respon terhadap artikel. Judul artikel yang digunakan adalah “Press Watchdog Rules That Tweets are Public Information“, disadur dari http://www.wired.co.uk/news/archive/2011-02/09/tweets-are-public )

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Holla!

Hello guys, this is a trial post for this blog. This blog will be used for one of my college course, “Development of  Communication Technology”. The post in this blog will be regarding to the topic in the course. I hope it will be useful and can give you more reference to learn this course. Enjoy! 🙂

God bless,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Welcome to Binusian Blog World !

Welcome to Binusian blog. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging! Happy Blogging 🙂

Binusian Link

  • BEEBLOGGER FORUM
  • BINUS CENTER
  • BINUS CORPORATE
  • BINUS INTERNATIONAL
  • BINUS ONLINE LEARNING
  • BINUS BUSINESS SCHOOL
  • BINUS SCHOOL
  • BINUS UNIVERSITY
    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • Twitter
    • RSS